These recent days, when I was at home, I didn’t feel happy
at all.
Ini sangat mengesalkan sekaligus menyedihkan, kenapa? Karena baru
seminggu yang lalu lebaran, tapi gue cuma bisa merasakan kebahagiaan lebaran
sekitar 3 hari doang.
Sejujurnya beberapa tahun terakhir ini, gue tidak menjalankan
prosesi sungkem saat lebaran dengan hikmat. Karena gue pikir, buat apa
melakukan ini kalau toh akan tetap diulangin lagi. Toh nanti juga bokap gue
akan sering marah-marah lagi, toh nanti juga kakak gue akan bertingkah
supermengesalkan lagi. Dan pikiran gue bener-bener TERBUKTI kan sekarang. Belum
juga seminggu lebaran, beberapa hari yang lalu gue udah nangis gara-gara
dimarahin berlebihan. Gue cengeng? Agak sih, tapi alasan marah-marahnya tuh
sepele, cuma gara-gara gue lupa menggeser tombol rice cooker jadi “cook” waktu
disuruh masak nasi. Terus gue ga ngapa-ngapain, dibilang mengganggu sama kakak
gue. Bener-bener ga ngertiiiii!!
Apa sih yang salah? Kenapa gue jadi ga betah di rumah? Kenapa gue
jadi kayak anak manja yang suka mengeluh gini?
Gue mau banget bisa menuliskan kata-kata I LOVE MY FAMILY di blog
gue dengan perasaan haru dan bahagia, tapi gue yang sekarang entah kenapa tidak
merasa sesayang itu.
Wait!
Gue rasa ada yang salah.
Seorang anak harusnya tetap mencintai orangtuanya walaupun ia
sering dimarahi. Tapi kenapa kalau gue inget bokap gue, yang ada cuma amarah
dan keegoisan untuk tidak menyapa?
Seorang manusia harusnya tetap menyayangi saudara kandungnya walau
pun mereka sering bertengkar. Tapi kenapa kalau gue inget kakak gue, yang ada
cuma kebencian dan keinginan agar dia cepat-cepat menikah dan meninggalkan
rumah ini.
Ini bener-bener ada yang ga beres.
I want to have lovely family that completely love me.
My friends have it. Why don’t I?
. . .
Yesterday, I realized something.
Mungkin jawabannya SYUKUR.
Ya.
Mungkin akhir-akhir ini gue terlalu banyak mengeluh dan menuntut
tanpa mensyukuri apa yang sesungguhnya gue punya.
Gue punya abi yang baik karena beliau selalu peduli sama
keluarganya walau pun keseringan marah-marah.
Gue punya ummi yang sangat sabar karena beliau selalu memaafkan
semua kesalahan gue walau pun gue belum minta maaf dan memperbaiki sikap.
Gue punya kakak yang sering membantu walau pun dia selalu bilang
“gue nyesel udah bantu lo, pokoknya ini yang terakhir, liat aja!” di saat dia
marah.
Gue juga punya adik yang lucu dan menyenangkan walau pun dia suka
nonjok kalau lagi marah, haha.
Well, ternyata gue punya banyak hal yang jika disyukuri akan
membuat gue bahagia dan betah di rumah ini. :D
Permasalahannya adalah, bagaimana caranya gue inget untuk terus
bersyukur sekali pun di saat gue emosi?
Jawabannya sepertinya adalah SABAR.
Ya, sabar itu selaras dengan syukur. Itulah yang pernah dikatakan
salah satu senior gue di SMP, SMA, dan mabit. (ini satu orang lho, hahaha :p)
Ya Allah, maafkan aku yang telah kufur dari nikmatmu, dan terima
kasih atas segala nikmat dan rezeki yang Kau berikan. Alhamdulillah. :)
“Fabiayyi ala i rabbikuma tukadziban."